Sabtu, 31 Mei 2008

Guangdong Modern Dance Company Sebuah Cermin Kebebasan Masyarakat Cina di kutip dari sinar harapan

Guangdong Modern Dance Company
Sebuah Cermin Kebebasan Masyarakat Cina

JAKARTA–Memaksimalkan bahasa lisan melalui gerak dan bahasa tubuh, berekspresi dalam sebuah pementasan tari dan membuat pementasan itu menjadi universal untuk dinikmati oleh penonton. Itulah keunikan dari Guangdong Modern Dance Company. Selama dua hari, hingga nanti malam (1/9), kelompok seni dari negeri ”Tirai Bambu” ini menyajikan tarian kontemporer bernuansa kebebasan, perpaduan antara tradisi Cina dan kemodernan negeri Barat, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Karena itu, ketika para koreografer Barat bertemu dengan kelompok tari Guangdong Modern Company, bahasa bukan lagi jurang pemisah. Pertemuan koreografer Becky Edmunds dan Charlie Morrisey dari Brighton dengan kelompok Guangdong menghasilkan tarian berjudul A Tacit Assembly. Tarian menampilkan gerak tari dengan irama bak air laut, penuh kehangatan tanpa memihak sejarah baik dari Timur maupun Barat.

Pementasan yang berkolaborasi dengan koreografer Barat, menurut Gao Cheng ming -pimpinan artistik Guangdong - menyisakan lima nomor garapan penari Cina bernuansa modern. Salah satunya adalah tarian karya Li Pai Shi I want To Fly, yang dimainkan solois. Garapan koreografer Cina lainnya, Sitting Still (duduk diam-Red.) yang ditarikan oleh enam orang, merupakan variasi dan harmonisasi tari I Want to Fly yang ditarikan secara solo. Heart Shape yang ditarikan oleh dua penari pria sebagai simbol perjuangan yang keras. One hundred ninety Degree menggambarkan tentang sosok wanita Cina masa kini. Sedangkan momen kelima menyodorkan tari bertema Ling Lei.

Ling Lei (di luar kenormalan-Red.) ditarikan oleh empat belas penari dengan durasi 35 menit, bercerita tentang ketidakpuasan pada kehidupan yang sedang berlangsung, selalu berusaha menghadapi jalan kehidupan dengan penuh perasaan dan emosi.

Mengenai pertanyaan mengapa seni Guangdong di Cina tak mengambil bentuk seni tradisi dari Jerman Timur di mana negaranya punya ideologi yang sama, menurut Gao, itu adalah pilihan. Jerman Barat dan Amerika punya ideologi dan filsafat kebebasan sehingga dapat memberikan alternatif dalam gerak. Termasuk inovasi dan improvisasi tari. ”Tema I want to Fly cukup menjelaskan tema tari secara keseluruhan. Kami ingin terbang. Gerakan teknik sangat penting, termasuk perwujudan makna untuk terbang bebas. Cina ingin terbang, maju dan bebas,” sambung Gao.

Kolaborasi

Sejarah tari modern di Cina, menurut Gao, sebenarnya belum cukup lama, yakni dimulai sejak tahun 1980-an. Secara budaya, masyarakat Cina sudah mulai terbuka. Sebagai bukti, muncul seni-seni eksperimental dan kontemporer. Dalam periode 5-10 tahun ini, sesungguhnya kelompok tari modern semacam Guangdong sudah mulai diterima tak hanya di kalangan domestik atau nasional. Penampilan mereka pun sudah mulai menarik perhatian peminat seni di luar negeri. Guangdong, sebelum event Art Summit III, 2001 di Indonesia ini telah ikut dalam Festival Edinburg di tahun silam. Bahkan di tahun 1998, mereka juga meraih Golden Prize dalam International Dance Competition di Paris.

Menurut Sal Murgiyanto, pengamat seni pertunjukan, pada masa kebebasan di era 1980-an, Guangdong Modern Dance Company merupakan seni tari modern pertama di Cina. Di luar itu, masih ada lima kelompok tari profesional di RRC. ”Tentu saja, selain tari rakyat atau tari daerah yang ada di sana,” ujar Sal. Baru pada tahun 1990-an tari modern makin kental dengan pengaruh Amerika. Itu ditandai dengan kehadiran dosen dari American Dance Festival yang mengajar di sana.

Ditambahkan oleh Gao, tepatnya pada tahun 1992, koreografer Shen Wei telah belajar seni tari kontemporer di daratan Cina dari Mei Qi di sekolah tari Guangdong. Guangdong sebagai kelompok seni kontemporer dari Cina sudah aktif belajar seni pertunjukan modern dari negeri Barat. ”Sebaliknya, banyak juga guru dan penata tari dari Barat yang belajar di Quangtung. Kita belajar dari master modern Barat dan juga memadukannya dengan pengalaman seni tari Cina yang tradisional, yang avant-garde (perintis - Red) dan yang khas Cina,” ucapnya dalam bahasa Cina yang diterjemahkan.

Dari beberapa nomor, ada karya yang dipengaruhi Barat terutama dari musiknya. Namun ada juga tarian yang menampilkan elemen tradisi Cina yang kuat namun sudah mengalami modifikasi. ”Beberapa di antaranya sudah pernah dibawa ke Amerika Serikat,” ujarnya. Musik yang dihasilkan pada tarian ini pun paduan dari musik Barat yang keras dan juga musik yang bernuansa orientalis. Perpaduan tari, hasil kolaborasi antara Becky Edmunds, Charlie Morrisey dari Brighton merupakan contoh kolaborasi yang berakhir pada garapan tari kontemporer gemilang. ”Yang terpenting,” jelas Gao, ”ekspresi modern dance itu cukup bebas.

Tarian macam ini menonjolkan teknik dengan mengutamakan emosi dan perasaan. Itu merupakan perpaduan dan akulturasi dari teknik tradisi Cina dengan kebebasan tradisi Amerika yang secara sosial dan budaya sudah memiliki kebebasan.”

Pementasan Guangdong juga telah mendapatkan dukungan, antara lain dari pemerintah dan donasi. Provinsi Quangtung memang memperhatikan sekali seni termasuk tari tradisi dan kontemporer. Wajar saja bila kelompok tari ini bisa tampil dengan maksimal.

Untuk menjadi anggota grup Guangdong, ternyata banyak ujian sulit yang harus dihadapi. Mulai dari menguasai teknik balet klasik dan tradisi Cina, proses latihan ritual tiga hingga enam bulan dan bisa lolos dari seleksi. Untuk latihan bisa delapan jam setiap harinya.

Persahabatan

Tari Cina kontemporer yang ditampilkan oleh Guangdong ini adalah bagian dari pementasan Art Summit III, 2001. Penampilan kelompok ini diharapkan memberikan khazanah baru, khususnya buat seni musik Cina kontemporer.

Menurut sutradara Guangdong, Sun Qiang, acara ini sangat kental dengan suasana persahabatan antara Cina dan Indonesia yang tak hanya ditampilkan dengan pementasan seni dan budaya kontemporer Cina. Namun lebih dari itu, merupakan bentuk persahabatan yang sudah lama terjalin. Dalam momen lawatan sekaligus pentas seni kontemporer ini dia melihat Jakarta dan Indonesia sangat indah.

Bahkan, Gao, dengan pengamatan teknis dan artistiknya melihat seni kontemporer Indonesia sesungguhnya juga punya kualitas. Dia mengharapkan seni kontemporer Indonesia juga bisa rutin mengadakan lawatan ke luar terutama dalam peristiwa-peristiwa seni mancanegara

Tidak ada komentar: